Selasa, 08 Desember 2015

AKU PATUT MEMBENCI DIA



AKU PATUT MEMBENCI DIA

            Selama satu tahun aku tak pernah merasa selega ini, aku lebih lepas menjalani hari-hariku. Aku lebih menghargai hidup setelah aku rela melepas kekasih hatiku, walau berat tapi ini jauh lebih baik. Walaupun tak pernah ada kata putus diantara kita, tapi aku tak mau mempermasalahkannya.

            “Hei, pagi-pagi udah senyum aja nih.”
  “Eh, Via. Iya dong, kan kita harus menghargai hidup. Nggak boleh kan kita menyia-nyiakan hidup, apalagi karena cowok.”
“Ik, kamu udah move on dari cakka? Serius?” aku hanya menganggukan kepala
“Ah, Oik. Ini baru sahabat gue, nggak lemah apalagi terpuruk karena cowok.”
“Semua kejadian ini bikin gue sadar, kalo Cakka itu bukan yang terbaik buat gue. Gue sadar, kalo pacaran sama Cakka itu sebuah kesalahan.”
“Lo yakin mau ngelepas Cakka sama Shilla?”
“Gue yakin, Vi. Gue nggak mau hati gue terus-terusan sakit Cuma karena Cakka, hati gue lebih berharga.”
“Itu baru sahabat gue.” Kata Via sambil memelukku.

Aku tahu, ini jalan yang terbaik untukku. Masih banyak orang-orang yang menyayangiku, aku tak mau terpuruk hanya karena Cakka.

“Eh, Vi. Ke kantin yuk, laper nih gue.”
“Loe yakin, Ik? Ini kan masih jam pelajaran, loe nggak takut ketemu Cakka?”
“Duh, nggak mungkin deh. Apalagi kelas Cakka jauh dari kantin, ayo.” Kataku sambil menarik tangan Via.
“Okeh-okeh, tapi loe nggak usah tarik tangan gue dong. Sakit tau!”

@kantin

“Duh, lama banget sih. Nggak tau apa kalo gue lagi laper banget.”
“Sabar, Ik. Salah loe juga kali, ke kantin nggak.....”
“Nggak apa? Loe kalo ngomong yang bener dong, jangan di potong-potong gitu.” Via tak menjawab, hanya memandang terkejut ke arah belakang tubuhku.
“Ik, dia dateng.”

DEEEEGGG....

Perasaanku mulai tak enak, perlahan aku melihat ke arah yang Via lihat. Aku terkejut, Cakka menuju ke arah markas. Aku tak menyangka dia akan ke markas di saat jam pelajaran sedang berlangsung, apalagi dia sudah kelas tiga. Seharusnya dia sibuk di saat sekarang, tapi ternyata itu tak berlaku untuknya. Ini bukan yang aku inginkan, kenapa di saat aku mulai bisa melepaskannya dia muncul di hadapanku?. Aku tahu markasnya berada tepat di sebelah kantin, seharusnya aku lebih berhati-hati. Seharusnya aku tahu, kebiasaannya sebelum ke markas adalah membeli minuman di kantin terlebih dahulu. Tapi bukan ini yang aku inginkan, sungguh.

CAKKA P.O.V
           
            Terkejut? Tentu saja saja aku terkejut, Aku tak menyangka bisa melihatnya di kantin, aku melihatnya di saat aku baru memasuki kantin. Aku berbalik dan melangkahkan kakiku ke arah markas, aku tak kuasa menahan rasa bersalahku padanya.

            “Bang.”
            “Gue ke markas, loe beli minuman terus loe sampein maaf gue buat dia”

            Aku tahu, aku memang pengecut. Untuk meminta maaf padanya aku hanya bisa menyuruh Alvin, aku benar-benar pengecut.

OIK P.O.V
            Aku melihat dia berbalik arah ke markas, aku tahu penyebabnya. Aku adalah penyebab utama dia melenggang pergi meninggalkan kantin, aku yakin itu.
            “Ik.” Aku tersadar karena suara itu.
            “Alvin..”
            “Sorry, Ik. Gue ganggu acara makan loe, gue mau nyampein pesan dari Cakka.”

DEEEEEEEGGHHH..

            “Aa..paa maksud loe?”
            “Cakka minta maaf sama loe.”

            Marah? Tentu saja aku marah. Apa maksud Cakka melakukan hal ini? Minta maaf melalui Alvin? Benar-benar pengecut. Segera aku bangkit dan meninggalkan kantin.

            “Oik, loe mau kemana?” tak kudengarkan panggilan Via.

            Hanya satu tempat yang ingin aku tuju, Markas.


BRRAAAAKKKKKKKKK....!!!!

            Aku berjalan memasuki markas, tak ku hiraukan tatapan terkejut dari seluruh ruangan.
           
            “Oik? Ngapain loe di sini? Lo cari Cakka?”
            “Dimana dia, Iel? Gue mau ngomong sama dia!”

“Ada apa ini?” kulihat dia dengan wajah yang tanpa dosa, tanpa di komando para pengikutnya membubarkan diri.
“Maksud kakak tuh apa sih?”
“Maksudnya? Kakak nggak ngerti?”
Aku mendorong tubuhnya dengan keras hingga bagian belakang tubuhnya menabrak dinding.

“Akh..”
“Sakit? Itu belum sebanding dengan rasa sakit yang Oik alami karena kakak.” Dia hanya menunduk, tak berani menatap mataku
“Kakak sadar nggak sih? Selama ini kakak tuh udah nyakitin Oik, kakak tuh cowok paling jahat yang pernah Oik kenal.” Aku mendorong bahunya, sekali lagi dia hanya diam.
“Udah lah, kak. Kita tuh emang nggak pernah bisa bareng, kita tuh emang nggak cocok. Kita emang beda, beda dalam segala hal. Oik benci sama kakak.”

CAKKA P.O.V

Dia mengayunkan tangannya ke arah wajahku, aku hanya memejamkan mata. Tapi, sampai detik berikutnya tangan itu tak mendarat di wajahku. Aku membuka mata, kulihat dia menangis, tangannya mengepal di depan wajahku. Oik, tolong jangan menangis.

“Akh...! mungkin aku nggak bisa bales semua perlakuan kakak sama Oik, tapi Oik yakin kalo suatu saat kakak bakal ngerasain sakitnya kehilangan yang pernah kakak sayang. Mulai saat ini kakak bebas, bebas ngelakuin apa yang kakak mau. Nggak akan ada lagi Oik di kehidupan kakak, makasih buat semuanya.”

Aku hanya diam memandang kepergiannya, sedih, sakit dan mungkin kecewa. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, karena aku sadar ini semua adalah kesalahanku. Andai Oik tahu, apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tak akan pernah aku melibatkannya di dalammasalahku, karena aku masih menyayanginya.

“Bang, loe kenapa?”
“Gue nggak apa-apa, mending kita balik ke kelas.”

OIK P.O.V
O
Sudah beberapa hari ini hubunganku dengan Cakka kandas, tapi hati ini masih tak menerimanya. Aku masih mengingatnya, masih sangat mengingatnya. Aku masih mengingat semua kegiatannya, masih  mengingat kebiasaannya, masih mengingat semua tentangnya. Kenapa ingatan ini tak pernah lepas darinya? Tuhan, aku hanya ingin hidup tenang sekarang. Tak peduli apapun tetangnya, aku ingin menjalani hari-hariku seperti yang lainnya. Aku percaya, di masa yang akan dating aku akan bertemu dengan seseorang yang lebih baik dari Cakka. Aku mungkin pernah bersama seorang preman sekolah, aku juga pernah merasakan menjadi seorang kekasih yang tak dianggap, dan aku juga patut untuk membencinya, inilah ceritaku, cerita seorang anak SMA yang merasakan cinta monyet. Cerita ini mungkin tak berakhir happy ending, tapi aku yakin, suatu saat aku akan menceritakan ceritaku yang happy ending, bukan sad ending. Selamat tinggal Cakka, kamu hanya pantas untuk dikenang, bukan untuk diingat.

OIK CAHYA RAMADLANI…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar